Lampiran

Kerangka Konseptual
Kebijakan Akuntansi Berbasis Akrual
Pemerintah Daerah

PENDAHULUAN

Tujuan
1.Tujuan kebijakan akuntansi piutang adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk piutang dan pengungkapan informasi penting lainnya yang harus disajikan dalam laporan keuangan.


Ruang Lingkup
2. Kebijakan ini diterapkan dalam penyajian seluruh piutang dalam laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan disajikan dengan basis akrual. Kebijakan ini diterapkan untuk entitas akuntansi/entitas pelaporan pemerintah daerah, tidak termasuk perusahaan daerah.

3.Kebijakan ini mengatur perlakuan akuntansi piutang pemerintah daerah yang meliputi definisi, pengakuan, pengukuran dan pengungkapan piutang

KLASIFIKASI

4. Piutang adalah manfaat masa depan yang diakui pada saat ini

5. Piutang daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah daerah dan/atau hak pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.

6. Piutang dilihat dari sisi peristiwa yang menyebabkan timbulnya piutang dibagi atas :

a. Piutang berdasarkan pungutan pendapatan daerah, terdiri atas:

Piutang pajak daerah pemerintah provinsi.
· Piutang pajak daerah kabupaten/kota, contoh piutang pajak hotel, piutang pajak restoran, piutang pajak hiburan, piutang pajak reklame, piutang pajak penerangan jalan, piutang pajak parkir, piutang pajak air tanah, piutang BPHTB, dan piutang PBB.

· Piutang retribusi, contoh piutang retribusi pelayanan kesehatan, piutang retribusi pelayanan persampahan/kebersihan, piutang retribusi pelayanan pemakaman/pangabuan mayat, piutang pelayanan parkir di tepi jalan umum, piutang retribusi pelayanan pasar, piutang retribusi pengujian kendaraan bermotor, piutang retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, piutang retribusi rusunawa, piutang retribusi terminal, piutang retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), piutang retribusi Izin IUUG HO, dan piutang retribusi Izin Trayek (IT).

· Piutang pendapatan asli daerah lainnya, contoh piutang bunga deposito, piutang jasa giro, dan piutang denda atas keterlambatan pekerjaan.

b. Piutang berdasarkan perikatan, terdiri atas :

Pemberian pinjaman.
· Penjualan, contoh bagian lancar tagihan penjualan angsuran dan tagihan penjualan angsuran.Kemitraan, contoh piutang kontribusi.

Pemberian fasilitas/Jasa.
c. Piutang transfer antar pemerintahan, terdiri atas :

· Piutang Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak.

Piutang Dana Alokasi Umum.
Piutang Dana Alokasi Khusus.
Piutang Dana Otonomi Khusus.
Piutang Transfer Lainnya.

· Piutang Bagi Hasil Pajak dari Provinsi, contoh piutang Bagi Hasil Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Piutang Bagi Hasil Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), piutang Bagi Hasil Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), dan piutang Bagi Hasil Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan (AP).

· Piutang Bagi Hasil Retribusi dari provinsi, contoh piutang Bagi Hasil Retribusi Metrologi.

d. Tuntutan Ganti Kerugian Daerah

Piutang yang timbul dari peristiwa tuntutan ganti kerugian daerah, terdiri atas :

· Piutang yang timbul akibat Tuntutan Ganti Rugi (TGR).

· Piutang yang timbul akibat Tuntutan Perbendaharaan (TP).

7. Tagihan Ganti Rugi (TGR) merupakan piutang yang timbul karena pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada pegawai negeri bukan bendahara, sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas yang menjadi kewajibannya.

8. Tuntutan Ganti Rugi dikenakan oleh pimpinan di lingkup pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

9. Tuntutan Perbendaharaan (TP) dikenakan kepada bendahara yang karena lalai atau perbuatan melawan hukum mengakibatkan kerugian negara/daerah.

10. Tuntutan Perbendaharaan dikenakan oleh Badan Pemerikasa Keuangan (BPK) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PENGAKUAN

11. Untuk piutang yang berasal dari pungutan pendapatan daerah diakui pada saat :
a) Telah diterbitkan surat ketetapan ; dan/atau
b)Telah diterbitkan surat penagihan dan telah dilaksakan penagihan.

12. Pengakuan pendapatan pajak yang menganut sistem self assessment, setiap wajib pajak membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Pajak terutang adalah sebesar pajak yang harus dibayar sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan dan diberitahukan melalui Surat Pemberitahuan yang wajib disampaikan oleh Wajib Pajak ke instansi terkait. Setelah adanya pengakuan pendapatan, wajib pajak yang bersangkutan wajib melunasinya. Terhadap pajak yang belum dilunasi sampai dengan batas waktu yang ditentukan akan diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) sebagai dasar penagihan pajak. Besarnya piutang pajak ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

13. Suatu pendapatan yang telah memenuhi persyaratan untuk diakui sebagai pendapatan, namun ketetapan kurang bayar dan penagihan akan ditentukan beberapa waktu kemudian maka pendapatan tersebut dapat diakui sebagai piutang. Penetapan penghitungan taksiran pendapatan dimaksud harus didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan limit waktu pelunasan tidak melebihi satu periode akuntansi berikutnya.

14. Piutang retribusi timbul apabila sampai tanggal laporan keuangan ada tagihan retribusi sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) yang belum dilunasi oleh wajib bayar retribusi. Apabila sampai dengan tanggal laporan keuangan ada jumlah retribusi yang belum dilunasi, maka akan diterbitkan Surat Retribusi Daerah (STRD).

15. STRD merupakan surat untuk melakukan penagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

16.Piutang yang berdasarkan perikatan harus memenuhi kriteria untuk diakui sebagai piutang :
a)Harus didukung dengan naskah perjanjian yang menyatakan hak dan kewajiban secara jelas;
b)Jumlah piutang dapat diukur;
c)Telah diterbitkan surat penagihan dan telah dilaksanakan penagihan;
d)Belum dilunasi sampai dengan akhir periode pelaporan.

17. Piutang yang berasal dari peristiwa pemberian pinjaman dapat diberikan oleh pemerintah daerah sesuai ketentuan perundang-undangan, yaitu kepada pemerintah daerah, perorangan, BUMD, perusahaan swasta atau organisasi lainnya.

18. Ketentuan dan persyaratan timbulnya piutang dituangkan dalam suatu naskah perjanjian pinjaman antara pihak-pihak terkait dan pengakuan timbulnya piutang dilakukan pada saat terjadi realisasi pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah. Piutang tersebut berkurang apabila terjadi penerimaan angsuran pokok pinjaman di Rekening Kas Umum daerah. Apabila dalam naskah perjanjian pinjaman diatur mengenai denda, bunga, biaya komitmen, maka setiap akhir tahun harus diakui adanya piutang atas bunga, denda dan biaya komitmen yang harus dikenakan untuk periode berjalan yang terutang sampai dengan tanggal 31 Desember tahun berjalan.

19. Piutang yang timbul dari penjualan pada umumnya berasal dari peristiwa pemindahtanganan barang milik daerah. Pemindahtanganan barang milik daerah dapat dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan, atau diserahkan sebagai penyertaan modal pemerintah daerah. Timbulnya piutang atau hak untuk menagih pada akhir periode pelaporan harus didukung dengan bukti yang sah mengenai pemindahtanganan barang milik daerah.

20. Penjualan barang milik daerah yang dilakukan secara cicilan/angsuran misalnya penjualan kendaraan dinas, pada umumnya penyelesaiannya dapat melebihi satu periode akuntansi. Timbulnya tagihan tersebut harus didukung dengan bukti-bukti pelelangan atau bukti lain yang sah yang menyatakan bahwa barang milik daerah tersebut dipindahtangankan secara cicilan/angsuran.

21. Piutang atas dasar kemitraan timbul apabila terdapat hak pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang yang sampai dengan berakhirnya periode pelaporan belum dilunasi oleh mitra kerjasamanya.

22. Pemberian fasilitas/jasa yang dilakukan oleh satuan kerja pengguna barang atau pengelola barang pada umumnya untuk memanfaatkan barang milik daerah dengan cara mengenakan sewa, misalnya penyewaan tanah dan alat-alat milik pemerintah daerah. Persyaratan sewa menyewa tesebut harus dituangkan dalam naskah perjanjian sewa menyewa dengan menetapkan hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan jelas selama masa manfaat. Berdasarkan naskah perjanjian sewa menyewa, apabila ada hak tagih atas suatu pemberian fasilitas/jasa pada setiap akhir periode akuntansi maka hak tersebut dicatat sebagai piutang di neraca.

23.Pengakuan piutang yang berasal dari transfer antar pemerintahan adalah sebagai berikut :
a) Piutang Dana Bagi Hasil dari Pemerintah Pusat;
Piutang Dana bagi Hasil dihitung berdasarkan realisasi penerimaan pajak dan penerimaan hasil sumber daya alam yang menjadi hak daerah yang belum ditransfer. Nilai definitif jumlah yang menjadi hak daerah pada umumnya ditetapkan menjelang berakhirnya suatu tahun anggaran. Apabila alokasi definitif menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan telah ditetapkan tetapi masih ada hak daerah yang belum dibayarkan sampai dengan tahun anggaran maka jumlah tersebut dicatat sebagai piutang Dana Bagi Hasil oleh pemerintah daerah.

b) Piutang Dana Alokasi Umum (DAU);
Piutang DAU diakui apabila pada saat akhir tahun anggaran masih ada jumlah DAU yang belum ditransfer ke daerah, yaitu sebesar jumlah perbedaan antara total alokasi DAU menurut Peraturan Presiden dengan realisasi pembayarannya dalam satu tahun anggaran. Jumlah perbedaan tersebut dapat dicatat sebagai hak tagih atau piutang oleh pemerintah daerah apabila Pemerintah Pusat mengakuinya dan menerbitkan suatu dokumen yang sah untuk itu.

c) Piutang Dana Alokasi Khusus (DAK);
Transfer DAK dilaksanakan dengan menggunakan pola bertahap sesuai dengan tingkat pelaksanaan belanja kegiatan. Apabila pemerintah daerah telah mengirim klaim pembayaran yang telah diverifikasi oleh Pemerintah Pusat dan telah ditetapkan jumlah definitifnya tetapi Pemerintah Pusat belum melakukan pembayaran, maka pada saat itu dapat diakui telah timbulnya hak untuk menagih (piutang) kepada Pemerintah Pusat. Jumlah piutang yang diakui oleh pemerintah daerah adalah sebesar jumlah klaim yang belum ditransfer oleh Pemerintah Pusat.

d) Piutang Transfer Lainnya;
Selain Dana Bagi Hasil, DAU, dan DAK, Pemerintah Pusat dapat mengeluarkan kebijakan transfer lain, misalnya Dana Penyesuaian. Terdapat dua kemungkinan cara penyaluran untuk transfer lainnya, yaitu pertama, pencairannya bertahap dalam periode/bulan tertentu tanpa persyaratan, dan kedua, pencairannya bertahap dengan persyaratan tertentu. Apabila penyaluran tidak memerlukan persyaratan dan sampai dengan akhir tahun anggaran, Pemerintah Pusat belum menyalurkan seluruh pembayarannya, sisa yang belum ditransfer akan menjadi piutang bagi pemerintah daerah. Apabila dalam pencairan dana diperlukan persyaratan, maka timbulnya piutang pada saat persyaratan sudah dipenuhi tetapi pembayarannnya belum dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.

e) Piutang Bagi Hasil dari Provinsi.
Piutang Bagi Hasil dari Provinsi dihitung berdasarkan hasil realisasi pendapatan yang menjadi bagian daerah yang belum dibayar. Jumlah nilai definitif yang menjadi bagian kabupaten/kota pada umumnya ditetapkan menjelang berakhirnya tahun anggaran. Apabila alokasi definitive telah ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur, tetapi masih ada hak daerah yang belum dibayar sampai dengan akhir tahun anggaran, maka jumlah yang belum dibayar tersebut dicatat sebagai piutang bagi pemerintah daerah.

24. Pengakuan untuk piutang Tuntutan Ganti Rugi (TGR) dan Tuntutan Perbendaharaan (TP) tergantung dari penyelesaian kasusnya, yaitu sebagai berikut :
a)Apabila penyelesaian TP/TGR dilakukan dengan cara damai (di luar pengadilan), maka piutang diakui pada saat Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTM) sudah diterbitkan.
b)Apabila penyelesaian TP/TGR dilaksanakan melalui jalur pengadilan, pangakuan piutang baru dilakukan setelah ada surat ketetapan yang diterbitkan oleh pengadilan.

PENGUKURAN

25. Pengukuran piutang pendapatan yang berasal dari peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut :
a) Dicatat sebesar nilai yang belum dilunasi sampai dengan tanggal pelaporan dari setiap tagihan yang ditetapkan berdasarkan surat ketetapan kurang bayar yang diterbitkan;
b) Dicatat sebesar nilai yang belum dilunasi sampai dengan tanggal pelaporan dari setiap tagihan yang ditetapkan terutang oleh Pengadilan Pajak untuk wajib pajak yang mengajukan banding;
c) Dicatat sebesar nilai yang belum dilunasi sampai dengan tanggal pelaporan dari setiap tagihan yang masih proses banding atas keberatan dan belum ditetapkan oleh majelis hakim Pengadilan Pajak;
d) Dicatat sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan (Net Realizable Value) untuk piutang yang tidak diatur dalam undang-undang tersendiri dan kebijakan penyisihan piutang tak tertagih telah diatur oleh pemerintah daerah.

26. Nilai bersih yang dapat direalisasikan adalah selisih antara nilai nominal piutang dengan penyisihan piutang.

27. Pegukuran piutang yang berasal dari perikatan, adalah sebagai berikut :
a) Piutang pemberian pinjaman dinilai sebesar jumlah yang dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Daerah. Apabila dalam naskah perjanjian pinjaman diatur mengenai kewajiban bunga, denda, commitment fee dan atau biaya-biaya pinjaman lainnya, maka pada akhir periode pelaporan harus diakui adanya piutang bunga, denda, commitment fee;
b) Piutang dari penjualan dinilai sebesar jumlah dalam naskah perjanjian penjualan yang terutang (belum dibayar) pada akhir periode pelaporan. Apabila dalam perjanjian dipersyaratkan adanya potongan pembayaran, maka nilai piutang harus dicatat sebesar nilai bersihnya;
c) Piutang kemitraan dinilai sebesar jumlah dalam naskah perjanjian kemitraan;
d) Piutang pemberian fasilitas/jasa dinilai sebesar fasilitas/jasa yang telah diberikan oleh pemerintah daerah, dikurangi dengan pembayaran atau uang muka yang telah diterima.

28.Pengukuran untuk piutang transfer antar pemerintah adalah sebagai berikut :
a) Dana Bagi Hasil dicatat sebesar nilai yang belum diterima sampai dengan tanggal pelaporan dari setiap tagihan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan transfer yang berlaku;
b) Dana Alokasi Umum dicatat sebesar jumlah yang belum diterima, dalam hal terdapat kekurangan transfer DAU dari Pemerintah Pusat ke kabupaten/kota;
c) Dana Alokasi Khusus dicatat sebesar klaim yang telah diverifikasi dan disetujui oleh Pemerintah Pusat.

29.Pengukuran untuk piutang TP/TGR adalah sebagai berikut :
a) Untuk TP/TGR yang diselesaikan melalui jalur damai (di luar pengadilan), piutang dicatat sebesar nilai yang tercantum dalam Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTM);
b) Untuk TP/TGR yang diselesaikan melalui pengadilan, piutang dicatat sebesar nilai yang tercantum dalam surat ketetapan yang telah diterbitkan oleh pengadilan.

PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN

30. Penyajian piutang yang berasal dari peraturan perundang-undangan merupakan tagihan yang harus dilunasi oleh wajib pajak pada periode berjalan tahun berikutnya sehingga tidak ada piutang jenis ini yang melampaui satu periode berikutnya.

31. Piutang yang berasal dari peraturan perundang-undangan disajikan di neraca sebagai aset lancar dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan meurut rincian jenis-jenis piutang.

32. Penyajian piutang dan tagihan yang berasal dari pemberian pinjaman, penjualan, pemberian fasilitas barang/jasa, dan kemitraan disajikan dalam neraca sebagai aset lancar untuk piutang yang jatuh temponya 12 (dua belas) bulan ke depan atau aset lainnya untuk piutang yang jatuh temponya melebihi dari satu periode akuntansi dan dalam Catatan atas Laporan Keuangan diungkapkan menurut rincian jenis-jenis piutangnya dan saldo menurut umur piutang untuk mengetahui tingkat kolektibilitasnya.

33. Piutang transfer merupakan tagihan yang harus diselesaikan oleh entitas pemberi pada periode berjalan tahun berikutnya sehingga tidak ada piutang jenis ini yang melampaui satu periode berikutnya.


34. Piutang transfer disajikan di neraca sebagai aset lancar dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan mengenai rincian dari masing-masing jenis piutang.

35. Piutang TP/TGR disajikan di neraca sebagai aset lancar untuk piutang yang akan jatuh tempo dalam 12 (dua belas) bulan ke depan atau aset lainnya untuk piutang yang jatuh tempo melebihi dari satu periode akuntansi.

36. Piutang TP/TGR diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan menurut jenis-jenis piutang dan saldo menurut umur piutang untuk mengetahui tingkat kolektibilitasnya.

37. Apabila ada TP/TGR yang diselesaikan melalui jalur pengadilan maka selama proses pengadilan masih berlangsung, jumlah TP/TGR diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan dan tidak disajikan dalam neraca.

38. Dalam hal terdapat barang/uang yang disita oleh pemerintah daerah sebagai jaminan maka hal ini wajib diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

PENYISIHAN PIUTANG

39. Piutang di neraca harus terjaga agar nilainya sama dengan nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value). Alat untuk menyesuaikan adalah dengan melakukan penyisihan piutang.

40. Penyisihan piutang tak tertagih adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar prosentase tertentu dari akun piutang berdasarkan penggolongan kualitas piutang.

41. Penyisihan piutang diperhitungkan dan dibukukan dengan periode yang sama timbulnya piutang sehingga dapat menggambarkan nilai yang benar-benar diharapkan dapat ditagih.

42. Metode penyisihan terhadap piutang yang tidak tertagih terdiri atas taksiran kemungkinan tidak tertagih pada setiap akhir periode.

43. Penggolongan kualitas piutang merupakan salah satu dasar untuk menentukan besaran tarif penyisihan piutang. Penilaian kualitas piutang dilakukan dengan mempertimbangkan jatuh tempo/umur piutang dan perkembangan upaya penagihan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Kualitas piutang didasarkan pada kondisi piutang saat tanggal laporan.

44. Kualitas piutang adalah hampiran atas ketertagihan piutang yang diukur berdasarkan kepatuhan membayar kewajiban oleh debitur.

45. Kualitas piutang dikelompokan menjadi 4 (empat) dengan klasifikasi sebagai berikut :

a) Kualitas Piutang Lancar;

b) Kualitas Piutang Kurang Lancar;

c) Kualitas Piutang Diragukan;

d) Kualitas Piutang Macet.

46. Penggolongan kualitas piutang pajak dapat dipilih berdasarkan cara pemungut pajak yang terdiri dari :

a) Pajak dibayar sendiri oleh wajib pajak (self assessment); dan

b) Pajak yang ditetapkan oleh kepala daerah (official assessment).

47. Penggolongan kualitas piutang pajak yang pemungutannya dibayar sendiri oleh wajib pajak (self assessment) dilakukan dengan ketentuan :

a) Kualitas lancar dengan kriteria :

· Umur piutang kurang dari 1 (satu) tahun; dan/atau

· Wajib pajak menyetujui hasil pemeriksaan; dan/atau

· Wajib pajak kooperatif; dan/atau

· Wajib pajak likuid; dan/atau

· Wajib pajak tidak mengajukan keberatan/banding.

b) Kualitas kurang lancar dengan kriteria :

· Umur piutang 1 (satu) sampai dengan 2 (dua) tahun; dan atau

· Wajib pajak kurang kooperatif dalam pemeriksaan; dan/atau

· Wajib pajak menyetujui sebagian hasil pemeriksaan; dan atau

· Wajib pajak mengajukan keberatan/banding.

c) Kualitas diragukan dengan kriteria :

· Umur piutang di atas 2 (dua) sampai dengan 5 (lima) tahun; dan/atau

· Wajib pajak tidak kooperatif; dan/atau

· Wajib pajak tidak menyetujui seluruh hasil pemeriksaan; dan/atau

· Wajib pajak mengalami kesulitan likuiditas.

d) Kualitas macet dengan kriteria :

· Umur piutang diatas 5 (lima) tahun; dan/atau

· Wajib pajak tidak ditemukan; dan/atau

· Wajib pajak bangkrut/meninggal dunia; dan/atau

· Wajib pajak mengalami musibah (force majeure).

48. Penggolongan kualitas piutang pajak yang pemungutannya ditetapkan oleh kepala daerah (official assessment) dilakukan dengan ketentuan :

a) Kualitas lancar, dengan kriteria :

· Umur piutang kurang dari 1 (satu) tahun; dan/atau

· Wajib pajak kooperatif; dan/atau

· Wajib pajak likuid; dan/atau

· Wajib pajak tidak mengajukan keberatan/banding.

b) Kualitas kurang lancar, dengan kriteria :

· Umur piutang 1 (satu) sampai dengan 2 (dua) tahun; dan atau

· Wajib pajak kurang kooperatif; dan/atau

· Wajib pajak mengajukan keberatan/banding.

c) Kualitas diragukan, dengan kriteria :

· Umur piutang di atas 2 (dua) sampai dengan 5 (lima) tahun; dan/atau

· Wajib pajak tidak kooperatif; dan/atau
· Wajib pajak mengalami kesulitan likuiditas.

d) Kualitas macet, dengan kriteria :

· Umur piutang di atas 5 (lima) tahun; dan/atau

Wajib pajak tidak ditemukan; dan/atau
· Wajib pajak bangkrut/meninggal dunia; dan/atau

Wajib pajak mengalami musibah (force majeure).
49. Penggolongan kualitas piutang bukan pajak khusus untuk objek retribusi, dapat dipilih sesuai karakteristik sebagai berikut :

a) Kualitas lancar, jika umur piutang 0 (nol) sampai dengan 1 (satu) bulan;

b) Kualitas kurang lancar, jika umur piutang lebih dari 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) bulan;

c) Kualitas diragukan, jika umur piutang lebih dari 3 (tiga) sampai dengan 12 (dua belas) bulan;

d) Kualitas macet, jika umur piutang lebih dari 12 (dua belas) bulan.

50. Penggolongan kualitas piutang lain-lain, yaitu piutang selain piutang pajak dan retribusi dilakukan dengan ketentuan :

a) Kualitas lancar, apabila belum dilakukan pelunasan sampai dengan tanggal jatuh tempo yang ditetapkan;

b) Kualitas kurang lancar, apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Pertama tidak dilakukan pelunasan;

c) Kualitas diragukan, apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Kedua tidak dilakukan pelunasan;

d) Kualitas macet, apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Ketiga tidak dilakukan pelunasan.

51. Besarnya penyisihan piutang tidak tertagih pada setiap akhir tahun ditentukan sebagai berikut :

a) Piutang Pajak

No.

Umur Piutang Pajak

Kualitas Piutang Pajak

Taksiran Piutang Tak Tertagih

1.

0 s/d <1 Tahun

Lancar

0,5%

2.

1 s/d 2 Tahun

Kurang Lancar

10%

3.

>2 s/d 5 Tahun

Diragukan

50%

4.

>5 Tahun

Macet

100%

b) Piutang Retribusi

No.

Umur Piutang Retribusi

Kualitas Piutang Retribusi

Taksiran Piutang Tak Tertagih

1.

0 s/d 1 Bulan

Lancar

0,5%

2.

>1 s/d 3 Bulan

Kurang Lancar

10%

3.

>3 s/d 12 Bulan

Diragukan

50%

4.

>12 Bulan

Macet

100%

52. Penyisihan piutang tidak tertagih ditetapkan sebesar :

a) Kualitas lancar 0,5% (nol koma lima perseratus) dari nilai piutang kualitas lancar;

b) Kualitas kurang lancar sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari nilai piutang kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan (jika ada);

c) Kualitas diragukan sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari nilai piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan (jika ada); dan

d) Kualitas macet 100% (seratus perseratus) dari nilai piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan (jika ada).

53. Untuk piutang transfer pemerintah pusat dan pemerintah propinsi tidak dilakukan penyisihan piutang tak tertagih.

54. Penyisihan piutang tak tertagih untuk BLUD diatur dengan Peraturan Direktur BLUD.

55. Pencatatan transaksi penyisihan piutang dilakukan pada akhir periode pelaporan.

56. Pada tanggal pelaporan berikutnya pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap perkembangan kualitas piutang yang dimilikinya. Apabila kualitas piutang masih sama, maka tidak perlu dilakukan jurnal penyesuaian cukup diungkapkan dalam CaLK.

57. Apabila kualitas piutang menurun, maka dilakukan penambahan terhadap nilai penyisihan piutang tidak tertagih sebesar selisih antara angka yang seharusnya disajikan dalam neraca dengan saldo awal. Sebaliknya apabila kualitas piutang meningkat, misalnya akibat restrukturisasi, maka dilakukan pengurangan terhadap nilai penyisihan piutang tidak tertagih sebesar selisih antara angka yang seharusnya disajikan dalam neraca dengan saldo awal.

PEMBERHENTIAN PENGAKUAN

58.Secara umum penghentian pengakuan piutang dengan cara membayar tunai (pelunasan) atau melaksanakan sesuatu sehingga tagihan tersebut selesai/lunas.

59.Pemberhentian pengakuan piutang selain pelunasan juga dikenal dengan dua cara, yaitu :
a)Penghapusbukuan (write down).
b)Penghapustagihan (write off); dan

60. Penghapusbukuan piutang adalah kebijakan intern manajemen yang merupakan proses dan keputusan akuntansi yang berlaku agar nilai piutang dapat dipertahankan sesuai dengan net realizable value-nya.

61.Penghapusbukuan piutang merupakan penghapusan piutang secara bersyarat karena Penghapusbukuan piutang tidak otomatis menghapus kegiatan penagihan. Apabila dihapusbukukan, berarti pengalihan pencatatan dari intracomptabel menjadi ekstracomptabel. Diperlukan laporan off balance sheet tentang piutang yang dihapusbukukan namun secara yuridis formil belum dihapus, dan atau belum diberitahukan kepada debitur.

62.Penghapusbukuan piutang merupakan konsekuensi penghapustagihan piutang. Penghapusbukuan piutang dibuat berdasarkan berita acara atau keputusan pejabat yang berwenang untuk menghapustagih piutang. Keputusan dan/atau Berita Acara merupakan dokumen yang sah untuk bukti akuntansi penghapusbukuan.

63. Kriteria Penghapusbukuan Piutang adalah sebagai berikut :

a) Penghapusbukuan harus memberi manfaat yang lebih besar daripada kerugian penghapusbukuan;

· Memberi gambaran objektif tentang kemampuan keuangan entitas akuntansi dan entitas pelaporan.

· Memberi gambaran ekuitas lebih objektif tentang penurunan ekuitas.

· Mengurangi beban administrasi/akuntansi untuk mencatat hal-hal yang tak mungkin terealisasi tagihannya.

b) Perlu kajian mendalam tentang dampak hukum dari penghapusbukuan pada neraca pemerintah daerah, apabila perlu, sebelum difinalisasi dan diajukan kepada pengambilkeputusan penghapusbukuan.

c) Penghapusbukuan berdasarkan keputusan formal otoritas tertinggi yang berwenang menyatakan hapus tagih perdata atau hapus buku ( write off). Pengambil keputusan penghapusbukuan melakukan keputusan reaktif (tidak berinisiatif), berdasar suatu sistem nominasi untuk dihapusbukukan atas usulan berjenjang yang bertugas melakukan analisis dan usulan penghapusbukuan tersebut.

64. Berdasarkan keputusan penghapusbukuan piutang sebagai dokumen standar, piutang tersebut dihapuskan dari pembukuan dengan membuat memo penyesuaian.

65. Dalam hal piutang adalah berupa Tuntutan Ganti Kerugian Daerah, penghapusbukuan piutang hanya dapat dilakukan setelah terbitnya rekomendasi penghapusan secara bersyarat dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

66. Penghapusbukuan piutang harus diungkapkan secara cukup dalam Catatan atas Laporan Keuangan agar lebih informatif. Informasi yang perlu diungkapkan misalnya jenis piutang, nama debitur, nilai piutang, nomor dan tanggal keputusan penghapusan piutang, dan penjelasan lainnya yang dianggap perlu.

67. Penghapustagihan piutang daerah adalah penghapusan hak tagih daerah secara mutlak. Penghapustagihan diajukan setelah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal penetapan penghapusan secara bersyarat.
68. Kriteria Penghapustagihan Piutang baik sebagian atau seluruhnya adalah sebagai berikut :

a) Penghapustagihan karena mengingat jasa-jasa debitur kepada daerah, untuk menolong debitur dari keterpurukan yang lebih dalam, misalnya kredit UKM yang tidak mampu membayar;

b) Penghapustagihan sebagai suatu sikap menyejukan, membuat citra penagih menjadi lebih baik, memperoleh dukungan moril lebih luas;

c) Penghapustagihan sebagai sikap berhenti menagih, menggambarkan situasi tak mungkin tertagih melihat kondisi pihak tertagih.

d) Penghapustagihan untuk restrukturisasi penyehatan utang, misalnya penghapusan denda.

e) Penghapustagihan setelah semua upaya lain gagal atau tidak mungkin diterapkan, misalnya jaminan dilelang.

f) Penghapustagihan sesuai hukum perdata umumnya, hukum kepailitan, hukum industri, dan hukum pajak.

g) Penghapustagihan secara hukum sulit atau tidak mungkin dibatalkan, apabila telah diputuskan dan diberlakukan, kecuali cacat hukum.

69. Suatu piutang yang telah dihapusbukukan, ada kemungkinan diterima pembayarannya karena timbulnya kesadaran dan rasa tanggung jawab debitur. Pembayaran kembali piutang ini dicatat sebagai penerimaan pendapatan periode yang bersangkutan.

70. Tata cara penghapusan piutang daerah yang tidak tertagih diatur dengan peraturan tersendiri.

WALI KOTA CIMAHI,

Ttd

AJAY MUHAMMAD PRIATNA

Diundangkan di Cimahi

pada tanggal 14 Februari 2018

SEKRETARIS DAERAH,

MUHAMAD YANI

BERITA DAERAH KOTA CIMAHI TAHUN 2018 NOMOR 393